Sebuah kisah pribadi mengenai menerima dan menyangkal
Ketika saya masih muda, saya tidak menyukai senyum saya.
Saya memiliki gigi taring yang besar, dan hasilnya, senyum yang menakutkan.
Saya terus menyangkal senyum saya; Saya tidak mau tersenyum. Saya selalu berusaha untuk menyembunyikannya.
Tapi saya tidak bahagia, jadi saya mengambil kesimpulan bahwa saya harus mengubah keadaan ini.
Anda tahu cara terbaik untuk mengubah keadaan? Justru lakukanlah kebalikannya.
Jadi saya melakukan yang sebaliknya - saya tersenyum setiap saat.
Saya berkata kepada diri saya sendiri bahwa saya memiliki senyum yang paling indah.
Dan Anda tahu apa yang terjadi?
Orang-orang mulai berkata saya memiliki senyum yang indah!
Dan saya mulai merasa senang mengenai hal itu, saya menyukai senyum saya - seketika itu juga saya telah mengubah keadaan.
Apa yang dapat Anda pelajari dari cerita ini?
Hubungan yang Anda miliki dengan dunia ini adalah sebuah refleksi dari hubungan Anda dengan diri Anda sendiri. Coba Anda renungkan sejenak.
Dalam bahasa lain, inilah yang disebut dengan percaya diri. Semua dimulai dari hal-hal yang sederhana. Cara Anda memegang gelas, cara Anda menulis dengan sebuah pena, cara Anda berjalan, dan sebagainya.
Semua ini terjadi secara alamiah jika Anda merasa nyaman dengan diri Anda sendiri. Tentu saja, Anda bisa "memalsukannya" sampai Anda merasa nyaman dengan diri Anda sendiri, tapi mengapa harus melakukan hal itu?
Bukankah lebih baik menjadi seorang yang percaya diri, dan memiliki segala hal sepele tersebut bekerja untuk diri Anda, bukan sebaliknya justru Anda yang bekerja untuk hal-hal sepele tersebut? Saya rasa ini adalah pendekatan yang lebih baik.
Terimalah segalanya. Terimalah diri Anda sendiri. Silahkan Anda coba sendiri dan beri tahu saya bagaimana hasilnya.
“Love yourself - accept yourself - forgive yourself - and be good to yourself, because without you the rest of us are without a source of many wonderful things.” - Leo F. Buscaglia