Minggu, 28 Maret 2010

Menerima Diri Sendiri...

Sebuah kisah pribadi mengenai menerima dan menyangkal
Ketika saya masih muda, saya tidak menyukai senyum saya.
Saya memiliki gigi taring yang besar, dan hasilnya, senyum yang menakutkan.
Saya terus menyangkal senyum saya; Saya tidak mau tersenyum. Saya selalu berusaha untuk menyembunyikannya.
Tapi saya tidak bahagia, jadi saya mengambil kesimpulan bahwa saya harus mengubah keadaan ini.
Anda tahu cara terbaik untuk mengubah keadaan? Justru lakukanlah kebalikannya.
Jadi saya melakukan yang sebaliknya - saya tersenyum setiap saat.
Saya berkata kepada diri saya sendiri bahwa saya memiliki senyum yang paling indah.
Dan Anda tahu apa yang terjadi?
Orang-orang mulai berkata saya memiliki senyum yang indah!
Dan saya mulai merasa senang mengenai hal itu, saya menyukai senyum saya - seketika itu juga saya telah mengubah keadaan.

Apa yang dapat Anda pelajari dari cerita ini?

Hubungan yang Anda miliki dengan dunia ini adalah sebuah refleksi dari hubungan Anda dengan diri Anda sendiri. Coba Anda renungkan sejenak.
Dalam bahasa lain, inilah yang disebut dengan percaya diri. Semua dimulai dari hal-hal yang sederhana. Cara Anda memegang gelas, cara Anda menulis dengan sebuah pena, cara Anda berjalan, dan sebagainya.
Semua ini terjadi secara alamiah jika Anda merasa nyaman dengan diri Anda sendiri. Tentu saja, Anda bisa "memalsukannya" sampai Anda merasa nyaman dengan diri Anda sendiri, tapi mengapa harus melakukan hal itu?
Bukankah lebih baik menjadi seorang yang percaya diri, dan memiliki segala hal sepele tersebut bekerja untuk diri Anda, bukan sebaliknya justru Anda yang bekerja untuk hal-hal sepele tersebut? Saya rasa ini adalah pendekatan yang lebih baik.

Terimalah segalanya. Terimalah diri Anda sendiri. Silahkan Anda coba sendiri dan beri tahu saya bagaimana hasilnya.

“Love yourself - accept yourself - forgive yourself - and be good to yourself, because without you the rest of us are without a source of many wonderful things.” - Leo F. Buscaglia

Jumat, 12 Maret 2010

Pribadi Yang Di Dalam...

Hari ini saya membaca sebuah kisah menarik dari sebuah buku. Kira-kira begini kisahnya :

Seorang ayah yang sangat lelah baru saja tiba di rumah, dan berharap dapat bersantai sejenak menonton televisi. Tapi kelihatannya hal tersebut tidak mungkin dilakukan, karena saat dia membuka pintu rumahnya sang anak sudah menunggunya di depan pintu dengan wajah "butuh perhatian." Sang anak pun langsung menyibukkan sang ayah dengan permintaannya untuk diperhatikan. Namun kelelahan sang ayah sudah tidak tertahankan lagi, dia butuh waktu untuk bersantai sejenak. Tanpa ingin mengecewakan anaknya, dia memutar otak bagaimana caranya dia dapat menyelesaikan situasi sulit ini.

Sambil melihat surat kabar, dia mendapat sebuah ide untuk menyibukkan anaknya itu. Pandangannya tertuju pada sebuah gambar peta dunia di salah satu halaman surat kabar tersebut. Beliau mengambil gunting, dan menggunting gambar peta tersebut menjadi banyak bagian. Lalu kata sang ayah : "Nak, coba kau gabungkan serpihan-serpihan gambar ini menjadi sebuah peta dunia yang utuh." Sang anak pun mulai sibuk dengan potongan-potongan kertas tadi dan mulai berkonsentrasi penuh. Melihat perhatian anaknya telah terpecah, sang ayah merasa akhirnya saya memiliki waktu setidaknya satu jam untuk bersantai dan menyaksikan acara televisi kesayangannya.

Lima belas menit berlalu, sang ayah sedang asyik menonton televisi, dan si anak pun sibuk dengan potongan-potongan kertas tersebut. Tak lama kemudian sang anak memanggil ayahnya : "Sudah selesai pa. Kita main apalagi sekarang?" Sang ayah pun terkejut, mana mungkin anak sekecil itu tahu letak posisi tiap negara dengan tepat? Bagaimana mungkin secepat itu dia dapat menyusunnya kembali? Dengan rasa penasaran, sang ayah bertanya kepada anaknya : "Bagaimana caramu menyusun gambar itu dengan begitu cepat nak?" Dengan polos anak itu menjawab : "Mudah sekali pa. Di belakang gambar peta itu ada gambar orang. Saya hanya menyusun gambar orang tersebut, ketika selesai saya membalikkan gambarnya dan saya telah menyelesaikan sebuah peta dunia yang utuh."

Sering kali kita tidak bertindak seperti anak itu. Dalam menghadapi kehidupan setiap hari kita disibukkan dengan banyak masalah, berusaha menyusun kepingan-kepingan permasalahan tersebut dalam susunan yang benar. Yang sebenarnya perlu kita lakukan sangat sederhana, kita hanya perlu menyusun "gambar orang" yang ada di dalam diri kita. Mengapa kita sibuk membenahi apa yang di luar, sedangkan sebenarnya inti permasalahan hidup kita ini datang dari kita sendiri? Apakah tidak lebih mudah untuk menyelesaikan "pribadi" yang di dalam, sehingga masalah-masalah yang ada di luar juga secara otomatis akan selesai dengan sendirinya?

It is not easy to find happiness in ourselves, and it is not possible to find it elsewhere.
- Agnes Repplier -

Memang pembenahan pribadi bukanlah suatu hal yang mudah. Saya sendiri merasa sulit untuk membenahi hal-hal yang kurang baik di dalam diri saya. Tapi hanya melalui pembentukan karakter saja saya dapat menghadapi dunia yang semakin lama semakin kejam ini. Dunia ini tidak akan berubah menjadi lebih baik, dan kita tidak dapat melakukan apapun untuk mengubah hal itu. Hanya dengan pribadi yang utuh dan tangguh saya dapat berjalan dengan berani untuk menghadapi hari-hari yang sulit ini...