Jumat, 27 Agustus 2010

Kisah Sup Batu

Alkisah ada tiga pengembara, yang dalam perjalanannya singgah di se­buah kota. Warga kota itu tak pernah ber­gem­bira, sebab hidup mereka sa­ngat mementingkan diri sendiri. Mereka me­nger­jakan segala sesuatu sendiri dan un­tuk dirinya sendiri. Selain itu mereka su­ka mencurigai semua orang, termasuk kepa­da tiga pengembara kela­paran yang duduk di tengah alun-alun kota itu.

Tiga pengembara itu mem­buat api la­lu merebus sebuah batu. “Apa yang kau­buat?” tanya seorang anak yang lewat. “Kami membuat sup batu yang sangat enak,” kata si pengembara, “tetapi akan ja­uh lebih enak jika ditambah se­siung kecil bawang,” lanjutnya. Anak itu pun berlari dan mengambilkan bawang. Orang-orang kota itu mulai penasaran. Mereka mengintip dan menengok satu per satu. “Sup ini akan jauh lebih enak jika ditambah wortel dan tomat. Seiris kecil daging juga membuat rasanya jauh lebih baik.” Didorong oleh rasa ingin tahu yang kuat, mereka membawakan satu per satu bahan yang disebut para pengembara. Alhasil, jadilah sup yang enak dan penduduk kota itupun turut menik­matinya. Untuk pertama kalinya penduduk kota itu meniadakan rasa curiga dan mengalami indahnya hidup berbagi dalam kebersamaan.

Betapa indahnya apabila kita hidup ber­sa­­ma dengan rukun. Tidak hanya tinggal bersama-sama, teta­pi saling menerima dan saling berbagi dalam kasih. Hidup rukun tan­pa prasangka yang menghalangi interaksi dengan sesama.

"Orang yang Selalu Menaruh Curiga Membatasi Dirinya Untuk Bahagia"

Selasa, 17 Agustus 2010

Jika Sudah Normal...

Sejak ditinggal mati suaminya, Desi kehilangan semangat hidup. Ia tidak lagi tertarik untuk berolahraga atau merawat tubuh seperti dulu. Ia selalu berpikir, “Nanti jika situasinya sudah kembali normal, aku akan berolahraga lagi.” Tiga tahun berlalu dan Desi merasa situasinya belum berubah. Tiba-tiba ia tersadar, ”Jika aku tidak mulai berusaha melakukan apa yang masih bisa kulakukan, situasi tidak akan kembali menjadi normal!” Ia pun memutuskan untuk kembali beraktivitas, lalu semua menjadi normal lagi.

Situasi yang kita hadapi kerap kali tidaklah ideal. Tidak normal. Investasi yang kita tanam belum tentu langsung membuahkan hasil. Pemberian kita kepada orang lain belum tentu bisa menolongnya keluar dari musibah. Cuaca dan arah angin hari ini mungkin tidak ideal untuk menabur benih. Apa pun yang kita lakukan selalu punya risiko untuk gagal. Namun, jauh lebih baik kita berusaha berbuat sesuatu ketimbang terus menunggu situasi hingga menjadi ideal. Jika kita selalu menanti ”saat yang tepat” untuk bertindak, kita akan menunggu selamanya tanpa hasil apapun! Lebih baik kalah setelah mencoba, daripada menyerah sebelum berusaha.

Apakah Anda merasa beban persoalan membuat hidup Anda menjadi ”tidak normal”? Jangan menunggu semuanya menjadi normal kembali. Bisa jadi Anda tidak akan pernah bisa mengalami hidup seperti dulu. Pengalaman hidup kerap mengubah diri dan lingkungan kita. Jadi, lebih baik lakukan saja apa yang bisa Anda lakukan hari ini. Carilah ”rasa normal” yang baru...

Situasi hidup kita selalu normal saat kita berusaha menjalaninya dengan normal