Minggu, 25 April 2010

Attitude of Gratitude...

Siapapun yang menulis ini, adalah seorang ahli dalam bersikap penuh syukur (attitude of gratitude). Saya sangat ingin memberikan penghargaan kepada si penulis, tapi saya tidak tahu siapa penulisnya. Saya menerima referensi ini via email dan berusaha mencari sumbernya di internet, tapi tidak pernah berhasil untuk menemukan si penulis.

Silahkan baca tulisan ini dan bila Anda merasa bersikap penuh syukur adalah hal yang sulit untuk dipelajari, saya yakin setelah membacanya Anda akan menyadari bahwa hal ini sesungguhnya tidak sesulit yang Anda bayangkan.

Saya Berterima Kasih
Penulis Tidak Diketahui

Saya berterima kasih untuk seorang istri walaupun dia hanya menyajikan hot dog untuk makan malam namun dengan demikian saya tahu bahwa dia berada di rumah bersama saya bukan dengan orang lain.

Untuk seorang suami yang berada di sofa dengan setumpuk keripik kentang karena itu berarti dia berada di rumah bersama saya dan bukan di luar di sebuah bar.

Untuk remaja yang mengeluh ketika mencuci piring, karena dia berada di rumah, bukan berada di jalanan.

Untuk pajak yang saya bayar, karena hal itu berarti saya bukan pengangguran.

Untuk kekacauan yang harus saya bereskan sesudah sebuah pesta, karena itu berarti saya dikelilingi oleh teman-teman.

Untuk pakaian yang terasa agak sempit, karena berarti saya cukup makan.

Untuk bayangan saya yang menemani sepanjang hari, karena hal itu berarti saya masih disinari oleh mentari.

Untuk rumput yang perlu di potong, jendela yang perlu dibersihkan, dan selokan yang perlu dikeruk, karena hal itu berarti saya memiliki sebuah rumah.

Untuk semua keluhan yang saya dengar mengenai pemerintahan, karena itu berarti kita memiliki kebebasan berpendapat.

Untuk tempat parkir yang tersedia di ujung lapangan parkir, karena itu berarti saya masih mampu berjalan dan saya telah diberkati dengan sarana transportasi.

Untuk tagihan listrik yang membengkak akibat AC, karena itu berarti saya merasa sejuk.

Untuk seorang perempuan di gereja yang berada di belakang saya dan menyanyi dengan sumbang, karena itu berarti saya dapat mendengar.

Untuk tumpukan pakaian yang perlu di cuci dan di setrika, karena itu berarti saya tidak kekurangan pakaian untuk dipakai.

Untuk kelelahan dan otot yang sakit di penghujung hari, karena itu berarti saya mampu untuk bekerja keras.

Untuk alarm yang berbunyi dan segera mati di pagi hari, karena itu berarti saya masih hidup.

Yang terakhir, untuk terlalu banyak email, karena itu berarti saya memiliki teman-teman yang peduli dengan saya.

Jumat, 09 April 2010

Survival... True Story...

Joe Simpson dan rekannya sesama pemanjat tebing, Simon Yates, berhasil mencapai puncak sebuah gunung dengan ketinggian puncak 21.000 kaki pegunungan Andes ketika sebuah bencana menerpa mereka. Simpson terjatuh dari sebuah permukaan es vertikal dan mematahkan kakinya. Dalam beberapa jam berikutnya, keadaan menjadi gelap dan badai salju mulai menerpa saat Yates mencoba untuk menurunkan temannya ke tempat yang aman. Dan akhirnya, Yates dengan sangat terpaksa mengambil keputusan untuk memotong tali yang menopang temannya, beberapa saat sebelum mereka berdua terjatuh bersama-sama.

Tiga hari berikutnya adalah hari-hari penuh perjuangan yang hampir tidak masuk akal bagi mereka berdua. Yates yakin bahwa Simpson telah meninggal, kembali ke base camp diliputi perasaan duka dan bersalah karena meninggalkan temannya. Tapi sebuah keajaiban terjadi, Simpson bertahan hidup walaupun terjatuh dari tebing, tapi dalam kondisi pincang, kelaparan, dan kedinginan parah akibat terjebak dalam jurang yang dalam. Dengan berbagai cara dia mengeluarkan seluruh kekuatan fisik dan spiritualnya, dan Simpson merangkak melewati jurang dan ngarai pegunungan Andes, sampai ke base camp beberapa jam sebelum Yates meninggalkan tempat itu.

Bagaimana kedua pria ini mengatasi siksaan dan tekanan pada hari-hari yang mengerikan itu menjadi sebuah legenda kepahlawanan dalam mengatasi rasa takut, penderitaan, kelangsungan hidup dan juga sebuah kesaksian yang pedih mengenai sebuah keberanian dan persahabatan yang tidak tergoyahkan.

Kisah nyata ini sudah didokumentasikan dalam sebuah buku, Touching The Void, dan juga sebuah film. Berikut trailernya :



12 seri wawancara dari Joe Simpson dan Simon Yates yang menceritakan perjuangan mereka dapat juga Anda saksikan di sini :

























Sebuah kisah luar biasa, keadaan yang sungguh tidak mungkin menjadi mungkin, dengan satu modal yang sederhana : Tekad. Sebuah pelajaran bagi kita yang merasa saat ini tidak kuat lagi menghadapi tekanan-tekanan hidup atau apapun masalah kita, selalu ada jalan keluar dan selalu ada kekuatan lebih selama kita mau dan tidak putus asa.

Sebuah pemikiran sederhana dari saya, surviving bukanlah suatu pergumulan dengan kekuatan penuh dan semaksimal mungkin untuk mencari jalan keluar, tetapi lebih tepat kalau saya sebut bagaimana bertahan dengan diri kita, keeping us in one piece, keep a clear head, bukan masalah kekuatan, tetapi masalah daya tahan. Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi buat kita semua...