Rabu, 30 Desember 2009

Kita Butuh Keluarga...

Saya sekarang berusia 16 tahun. Satu hal yang perlu Anda ketahui adalah bahwa Ibu kami meninggalkan kami ayah dan anak-anaknya 6 tahun yang lalu. Saya mulai melarikan diri ketika ayah saya meninggalkan negeri supaya dia bisa bersama seorang perempuan yang berusia 21 - sedangkan dia berusia 42 tahun. Dia meninggalkan kami pada kakek dan nenek. Dia bilang dia tidak akan pergi lama, hanya sebulan atau dua bulan saja.

Saya begitu marah ketika saya harus kehilangan orang tua lagi yang membuat saya memulai membolos sekolah, dan kabur bersama sahabat saya yang juga mempunyai banyak masalah pada saat itu. Saya merasa begitu terbakar oleh kemarahan terhadap keluarga saya sehingga saya tidak berpikir bagaimana hal ini akan mempengaruhi adik-adik saya.

Ketika saya di jalanan, saya dan sahabat saya tinggal berpindah-pindah dari teman ke teman lainnya, dan suatu hari kami tidak memiliki tempat untuk didatangi. Jadi kami berkeliling sepanjang malam tanpa sepatu dan pakaian kering karena basah akibat hujan. Keesokan harinya kami harus menyerahkan diri ke kantor polisi karena kami sakit akibat basah dan kedinginan, padahal kami baru saja kabur selama satu minggu. Kemudian saya ditahan di pusat kenakalan remaja selama 2 hari sampai bibi saya datang dan mengeluarkan saya.

Dua minggu kemudian saya melarikan diri lagi dengan sahabat saya pada ulang tahun saya yang ke-16 dan esok harinya tertangkap kembali. Saya ditahan selama 3 hari dan ketika saya keluar mereka menjadikan saya sebagai tahanan rumah, dan saya masih menjalaninya sampai hari ini.
Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah - kehidupan di luar sana sangatlah keras. Anda butuh uang dan tempat berteduh. Sungguh pengorbanan yang sangat mahal untuk melarikan diri dari keluarga. Walaupun Anda tidak bahagia dengan keluarga Anda, Anda tetap membutuhkan mereka, tidak peduli apakah Anda membenci ataupun mencintai mereka.

Disadur dari Runaway Lives : Personal Stories and Reflections by Runaways and Their Families.

Ada kalanya orang-orang di sekeliling kita terasa begitu menyebalkan, sehingga kita ingin melarikan diri dan menjauh dari mereka. Kadang saat bersama mereka yang muncul dalam perbincangan hanyalah perdebatan dan pertengkaran, sehingga lebih baik bagi kita untuk menjaga jarak dan membuat batas maya dengan mereka. Kita begitu jenuh dengan suasana seperti itu, bosan dengan nasihat dan petuah juga kadang kita merasa tersinggung dengan perkataan atau perbuatan mereka. Saat-saat seperti itu kita merasa solusi terbaik hanyalah melarikan diri, menjauh dari mereka sejauh-jauhnya, dan lepas dari segala kendali dan pengaruh mereka dalam kehidupan kita. Seakan-akan pelarian adalah satu-satunya jawaban untuk dapat memadamkan segala macam perasaan yang mengganggu di dalam hati kita.

Mungkin itu yang sedang Anda alami, seperti yang pernah saya alami dulu. Seringkali saya merasa menyendiri adalah pilihan terbaik dalam hidup ini. Semakin saya menjauh, semakin nyaman perasaan hati saya. Semakin lama saya tidak bersama mereka, semakin kecil kemungkinan hati dan perasaan saya terluka. Bahkan saya pernah sampai ke suatu titik dimana saya merasa tidak membutuhkan siapa-siapa, karena berhubungan dengan orang lain hanya berarti satu buat saya : rasa sakit.

Hidup terus berlangsung di dalam kesendirian, sampai saya sampai ke suatu titik dimana saya menyadari bahwa hidup ini penuh dengan rasa sakit, dan luka ini adalah proses bagi kita untuk menjadi lebih baik. "Pain is what keep me growing," sebuah frase yang sering kali digunakan oleh seorang teman saya. Memang tidak mungkin bagi kita untuk menyenangkan semua orang dan berdamai dengan semua orang karena hal itu adalah hal yang mustahil. Tapi hal itu bukanlah alasan bagi kita untuk menjauh dan menyendiri.

Adalah hak Anda untuk menjauh dari orang-orang yang menyebalkan. Saya pun memilih demikian, menjauh dari orang-orang yang membuat saya terluka dan sakit hati, menghapus mereka dari lembar kehidupan saya. Tapi lain halnya dengan keluarga kita. Bagaimanapun luka yang mereka timbulkan, tetap mereka adalah keluarga kita. "Darah lebih kental daripada air," ikatan batin antar anggota keluarga sangat erat, bahkan untuk diputuskan oleh rasa sakit hati sekalipun. Kita butuh keluarga, kita butuh mereka. Sebuah tempat yang disebut "rumah" dimana saat kita masuk ke dalamnya kita merasa aman dan nyaman setelah seharian menghadapi dunia yang kejam di luar sana. Sebuah tempat yang bisa memberikan rasa hangat saat hati ini mulai dingin melihat dunia yang egois. Sebuah tempat yang mampu meneduhkan hati saat perasaan ini sedang marah akibat perbuatan-perbuatan jahat orang-orang di luar sana. Sebuah tempat peristirahatan, tempat untuk menanggalkan beban-beban di hati dan tidur dengan nyenyak.

Begitulah akhirnya saya membutuhkan keluarga saya. Saat saya belum menikah, saya butuh kedua orang tua dan saudara-saudara saya. Nanti setelah menikah saya pun tetap membutuhkan mereka, bahkan saya memiliki pasangan untuk berbagi segala beban, juga orang tua (baca : mertua) dan saudara (baca : ipar) baru, dan nantinya anak-anak sebagai tempat curahan kasih. Saat seluruh dunia berpaling menentang Anda, keluarga lah yang akan menjadi tempat Anda bernaung. Percaya atau tidak, kita butuh keluarga kita, sebagaimana mereka membutuhkan kita...

You don't choose your family. They are God's gift to you, as you are to them.
- Desmond Tutu -

Sabtu, 26 Desember 2009

Hanya Masalah Cara Pandang...

Andrew Jackson lahir pada 15 Maret 1767 di daerah Lancaster, California Selatan. Sebagai seorang anak kecil dia hanya bisa menikmati pendidikan secara sporadis di sekolah-sekolah dusun yang terpencil, dan pada usia tiga belas tahun, Jackson bergabung sebagai kurir pada Perang Revolusi. Pada masa Revolusi Amerika, Andrew dan adiknya Robert tertangkap oleh pasukan Inggris, dan hampir mati kelaparan. Saat menjadi tawanan, Andrew membangkang ketika diperintahkan untuk membersihkan sepatu seorang perwira Inggris, yang berakibat goresan luka pada muka dan tangan kirinya akibat sabetan pedang perwira tersebut. Andrew dan Robert juga terkena cacar saat ditawan, dan Robert meninggal beberapa hari setelah mereka berdua dilepaskan. Insiden-insiden ini mengakibatkan kebencian abadi terhadap Kerajaan Inggris. Jackson telah menjadi presiden terakhir yang menduduki masa jabatan selama Perang Revolusi, dan satu-satunya presiden yang pernah menjadi seorang tawanan perang.

Pada 1787, Andrew telah tinggal di negara bagian Tennessee. Jackson telah menjadi seorang pengacara ternama, dan akan dicalonkan sebagai anggota kongres pertama ketika Tennessee resmi menjadi sebuah negara bagian di tahun 1796. Jackson dilantik oleh Senat Amerika Serikat pada tahun 1797, dan mengundurkan diri pada tahun 1798, dan kemudian dia menempati sebuah kursi di pengadilan tinggi negara. Jackson juga melayani sebagai kolonel milisi negara, dan selama perang di tahun 1812, angkatan militer Jackson mengalahkan "The Red Stick Creeks" pada perang "Horseshoe Bend" di Alabama pada 27 Maret 1814. Karir militer Jackson menanjak pesat, dan mencapai puncaknya pada Perang New Orleans, yang diperangkan pada 8 Januari 1815. Pada perang ini, Jackson memimpin pasukan sebesar enam ribu personil melawan armada Inggris yang berisi dua belas ribu personil, dan mengalahkan mereka dengan mudah. Jackson dijuluki "Old Hickory," mengingat ketangguhannya yang legendaris.

Ini hanyalah sebuah kisah dari ribuan kisah-kisah lainnya yang luar biasa tentang seorang anak kecil yang serba kekurangan, tertindas, bertahan, dan akhirnya bersinar bagaikan sebuah berlian yang belum diasah, perlahan-lahan mulai menunjukkan kilaunya saat diproses menjadi batu mulia. Kita tidak bisa memilih dimana kita dilahirkan. Kita sama sekali tidak memiliki kendali terhadap apa yang akan terjadi dalam hidup kita. Mengapa saya harus dilahirkan tidak sempurna? Mengapa saya harus lahir di keluarga yang miskin? Mengapa kedua orang tua saya harus berpisah? Mengapa begitu banyak orang yang kejam dan jahat di sekeliling saya? Mengapa saya tidak memiliki bakat yang luar biasa seperti orang lain? Mengapa saya tidak memiliki kesempatan untuk mengecap pendidikan yang layak? Mengapa fisik saya tidak secantik atau setampan orang lain? Mengapa saya harus mengalami kegagalan dalam percintaan dan rumah tangga? Mengapa saya terus menderita? Dan berbagai "mengapa-mengapa" lainnya akan berlanjut tidak berujung jika kita mau memikirkan betapa nestapanya hidup ini.

Semua orang dilahirkan unik, untuk tujuannya masing-masing. Seorang Nick Vujicic (baca kisah lengkapnya) yang lahir tanpa tangan dan kaki melewati proses yang berat dan menjadi bukti bahwa kebahagiaan bukan datang dari keadaan lahiriah. Seorang Marion Luna Brem (baca kisah lengkapnya) yang mengidap kanker dan divonis mati, terus berjuang menjalani hidup dan tetap hidup sampai detik blog ini dibuat, bahkan dia sekarang sangat sukses sebagai seorang pengusaha wanita. Sepasang ayah dan anak Dick dan Rick Hoyt (baca kisah lengkapnya) yang sangat membara semangatnya dalam menembus rintangan, walaupun si anak lumpuh total dan semua orang menertawakannya saat mereka hendak ikut dalam perlombaan atletik. Dan masih banyak lagi kisah-kisah hidup pribadi-pribadi yang kurang beruntung tapi pada akhirnya menjadi berkat dan inspirasi bagi orang lain.

Apakah kita bisa menjadi seperti mereka? Kalau mau direnungkan lagi, kita memiliki banyak kelebihan dibanding mereka. Kita masih memiliki tangan dan kaki, tidak seperti Nick Vujicic yang benar-benar tanpa tungkai. Kita masih sehat walafiat, dibanding Marion Luna Brem yang mengidap kanker dan divonis mati dalam beberapa tahun. Kita memiliki keluarga yang sehat, yang dengan mudah saling menolong satu sama lain, tidak seperti Dick dan Rick Hoyt yang mengorbankan banyak hal untuk dapat saling membantu. Mengapa kita tidak bisa seperti mereka, menjadi orang yang luar biasa dan bersinar di tengah-tengah keriuhan dunia ini? Ada beberapa hal yang membedakan kita dengan mereka. Yang pertama, Rasa Syukur. Mereka mensyukuri keadaan yang ada, dan berusaha untuk mencari solusi masalahnya dengan lapang dada. Sebaliknya kita, bukannya memikirkan solusi, justru kita malah menghabiskan waktu untuk menggerutu dan mengeluh. Yang kedua, Keteguhan Hati. Saat mereka dihadapkan dengan situasi yang sebegitu sulitnya, mereka tidak menyerah dan berujung pada depresi dan bunuh diri. Mereka terus berusaha, berusaha, dan berusaha. Tidak terhitung jatuh bangun yang dialami oleh mereka, tapi mereka tetap bertahan. Apakah kita sudah memiliki mental Keteguhan Hati seperti mereka? Apakah justru saat mengalami situasi sulit kita memilih untuk melarikan diri daripada menghadapinya?

"Oke, oke, mudah bicara sulit melakukannya. Bagaimana caranya saya harus bersyukur dan tegar dalam menghadapi hal yang sedemikian buruknya?" mungkin saja Anda bertanya seperti itu. Kunci dari semua ini adalah CARA PANDANG. Apapun keadaannya, semua bisa menjadi lebih baik hanya dengan mengubah cara Anda memandang. Apakah Anda memandang situasi dan keadaan yang sulit sebagai suatu tekanan, ataukah justru suatu tantangan? Sebagai sebuah tekanan, tentu saja Anda akan merasa dongkol dan menjalaninya dengan setengah hati. Tapi sebagai suatu tantangan, masalah apapun akan bisa dihadapi dengan lapang dada dan keteguhan hati, sebab kita berfokus bukan pada keadaan sekarang, tapi pada keadaan di masa depan. Sebuah VISI, menjadikan apapun situasi kita saat ini, baik atau buruk, sebagai pijakan ke arah depan yang lebih baik....


“Keep your dreams alive. Understand to achieve anything requires faith and belief in yourself, vision, hard work, determination, and dedication. Remember all things are possible for those who believe.” 
- Gail Devers -

Jumat, 25 Desember 2009

Sebuah Kisah Natal...

Saya sedang bergegas menuju sebuah department store untuk membeli kado Natal di saat-saat terakhir. Saat melihat antrian saya pun mulai menggerutu. Saya akan menghabiskan waktu yang banyak di sini sedangkan saya masih harus melakukan banyak hal. Natal pun mulai terasa sangat merepotkan. Saya agak berharap kalau saja saya bisa tidur sepanjang liburan Natal. Tapi saya memaksa diri untuk bergegas sebisa mungkin menerobos sedemikian banyak orang di bagian mainan anak-anak. Sekali lagi saya sedikit menggerutu pada diri saya sendiri saat melihat harga mainan-mainan itu. Dan saya kuatir apakah cucu-cucu saya suka dengan mainan-mainan itu.

Saya pun berakhir di lorong boneka. Di sebuah pojok pandangan saya tertuju pada seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun yang sedang menggendong sebuah boneka cantik. Dia terus mengelus rambutnya dan menggendongnya dengan lembut. Saya tidak dapat menahan diri saya dan terus melihat anak laki-laki itu sambil diliputi rasa penasaran boneka itu diperuntukkan kepada siapa. Saya melihatnya berpaling ke arah seorang wanita dan dia memanggilnya bibi dan berkata, "Apakah bibi yakin saya tidak mempunyai cukup uang?" Sang bibi menjawab dengan sedikit kesal, "Kau tahu bahwa kau tidak mempunyai cukup uang untuk membeli boneka itu." Sang bibi pun memberitahu anak tersebut untuk tidak pergi kemana-mana karena dia harus mencari beberapa barang lainnya dan akan kembali dalam beberapa menit. Kemudian dia meninggalkan lorong itu dan anak tersebut melanjutkan acaranya menggendong boneka itu.

Sesaat kemudian saya bertanya kepada anak itu boneka itu diperuntukkan untuk siapa. Dia berkata, "Ini adalah boneka yang sangat diinginkan oleh adik saya untuk Natal. Dia yakin sekali bahwa Santa akan memberikan boneka ini kepadanya." Saya berkata kepada anak itu bahwa mungkin saja Santa akan memberikannya. Dia berkata "Tidak, Santa tidak dapat pergi ke tempat dimana adik saya berada... Saya harus menitipkan boneka ini kepada ibu untuk dapat diberikan kepada adik saya." Saya pun bertanya kepadanya dimana adiknya berada.

Dia melihat saya dengan pandangan penuh duka dan berkata "Dia telah pergi ke tempat Yesus. Ayah saya berkata ibu saya juga akan segera pergi menyusul dia." Jantung saya serasa hampir berhenti berdetak. Kemudian sang anak melihat ke arah saya lagi dan berkata, "Saya bilang kepada ayah saya untuk memberi tahu ibu jangan pergi dahulu. Saya berkata kepadanya untuk memberitahu ibu agar menunggu saya sampai saya pulang dari department store." Kemudian dia bertanya kepada saya apakah saya ingin melihat gambar yang baru saja dibuatnya. Saya merespon dengan senang hati. Dia mengeluarkan sebuah gambar sederhana yang baru dibuatnya tadi di depan department store. Dia berkata "Saya mau ibu turut membawa ini dengannya supaya dia tidak akan pernah lupa dengan saya. Saya sangat mencintai ibu dan berharap dia tidak harus pergi. Tapi ayah berkata dia harus pergi agar bisa bersama adik saya."

Saya melihat anak laki-laki ini menundukkan kepala dan terdiam. Ketika dia tidak melihat ke arah saya, saya pun meraih dompet saya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Saya berkata kepada anak ini, "Bolehkah saya menghitung uangmu sekali lagi?" Dia menjadi sangat bersemangat, sambil menyodorkan uangnya kepada saya diapun berkata "Ya, boleh, dan saya yakin sekali ini cukup." Demikianlah saya menyelipkan uang saya di antara uang miliknya dan mulai menghitung, dan tentu saja jumlahnya cukup untuk membeli boneka tersebut. Dia berkata dengan lembut, "Terima kasih Yesus untuk memberikan saya uang yang cukup." Kemudian si anak berkata "Saya tadi baru saja meminta kepada Yesus untuk memberikan saya uang yang cukup untuk membeli boneka ini supaya ibu bisa membawanya bersama dia untuk diberikan kepada adik saya. Dan Dia mendengar doa saya. Tadinya saya mau meminta kepadaNya uang lebih untuk membeli boneka ini dan setangkai mawar putih untuk ibu, tapi saya tidak jadi memintaNya. Tapi Dia tahu isi hati saya dan memberi saya lebih dari cukup untuk membeli sebuah boneka dan setangkai mawar untuk ibu. Ibu saya sangat menyukai mawar putih."

Beberapa menit kemudian sang bibi kembali dan saya pun mendorong gerobak belanja saya pergi menjauh. Saya tidak dapat berhenti memikirkan anak laki-laki tadi saat saya selesai belanja dalam suasana hati yang sangat bertolak belakang pada saat saya mulai berbelanja. Dan saya juga terus teringat sebuah cerita yang saya lihat di surat kabar beberapa hari sebelumnya mengenai seorang pengemudi mabuk yang menabrak sebuah mobil membunuh seorang anak perempuan dan sang ibu dalam kondisi sangat memprihatinkan. Keluarga korban sedang memutuskan untuk melanjutkan atau menghentikan pengobatan terhadap sang ibu. Saya saat itu yakin bahwa anak laki-laki ini tidaklah berkaitan dengan cerita ini.

Dua hari kemudian saya membaca di surat kabar bahwa keluarga tersebut telah menghentikan segala upaya pengobatan dan pendukung kehidupan sehingga sang wanita muda itu telah meninggal. Saya tidak dapat melupakan anak laki-laki itu dan terus bertanya dalam hati apakah mereka saling berhubungan. Hari itu juga, saya tidak dapat menahan diri saya untuk pergi keluar membeli beberapa mawar putih dan membawanya ke rumah duka di mana wanita itu berada. Dan jenazahnya ada di sana sambil memegang sebuah mawar putih yang indah, sebuah boneka cantik, dan gambar dari anak laki-laki yang saya temui di department store.

Saya meninggalkan tempat itu dengan berlinang air mata, cara saya melihat kehidupan telah berubah semenjak saat itu. Cinta anak laki-laki itu terhadap adik dan ibunya sangat berlimpah ruah, dan dalam hitungan detik seorang pengemudi mabuk telah menghancurkan kehidupan anak laki-laki tersebut menjadi kepingan-kepingan yang tidak akan pernah dapat diperbaiki lagi.

"Kita menjalani hidup dengan apa yang kita peroleh; Kita menjadikan sesuatu terasa hidup dengan apa yang kita beri." Semoga di hari Natal ini kita bisa belajar memberi, walaupun hal kecil, akan sangat bermakna bagi orang yang menerimanya. Merry Christmas and Happy New Year, semoga semangat Natal terus ada di hati kita sepanjang tahun mendatang...

Selasa, 22 Desember 2009

Menjadi Seorang Ibu...

Setelah 21 tahun menikah, istri saya ingin agar saya mengajak wanita lain untuk pergi makan malam dan menonton bioskop. Katanya, "Aku mencintaimu, tapi aku tahu bahwa wanita lain ini juga mencintaimu, dan dia sangat berharap untuk menghabiskan sedikit waktu bersamamu."

Wanita lain yang disebut-sebut oleh istri saya tadi adalah IBU saya, yang telah menjanda selama 19 tahun, dan karena tuntutan pekerjaan dan keluarga dengan tiga anak membuat saya jarang sekali dapat mengunjunginya. Malam itu saya menghubunginya untuk mengundangnya pergi makan malam dan menonton bioskop.

"Ada apa nak, semua baik-baik saja?" tanyanya. Ibu saya adalah tipe wanita yang selalu kuatir dan menganggap sebuah panggilan di malam hari atau undangan mendadak sebagai suatu pertanda kabar buruk.

"Saya hanya berpikir bahwa alangkah menyenangkannya untuk menghabiskan waktu bersama ibu," jawab saya. "Hanya kita berdua saja." Dia termenung untuk sesaat, dan berkata, "Saya sungguh menyukai hal itu."

Jumat itu seusai kerja, saat saya mengemudi untuk menjemputnya, saya merasa sedikit gugup. Ketika saya tiba di rumahnya, saya merasakan bahwa dia juga sedikit gugup mengenai acara ini. Dia menunggu di depan pintu lengkap dengan mantelnya. Dia menata rambutnya dan mengenakan gaun yang dipakai pada acara ulang tahun perkawinan terakhirnya. Dia tersenyum bagaikan senyum seorang malaikat.

"Saya memberi tahu teman-teman saya bahwa saya akan menghabiskan waktu berdua dengan anak saya, dan mereka benar-benar terkesima," katanya, sambil masuk ke dalam mobil. "Mereka tidak sabar untuk mendengar cerita tentang kencan kita ini."

Kami pergi ke sebuah restoran, walaupun tidak elegan, tapi terasa sangat menyenangkan dan nyaman. Ibu saya menggandeng tangan saya serasa seorang wanita terhormat. Saat kami duduk, kami mulai melihat menu makanan. Matanya yang sudah tua hanya dapat membaca huruf-huruf yang dicetak besar. Belum selesai membaca menu makanan tersebut, saya melihat ibu saya yang sedang duduk sambil menatap saya. Sebuah senyum bernada nostalgia terbersit di bibirnya.

"Dulu biasanya aku yang membacakan menu ketika kau masih kecil," katanya.

"Berarti sekarang waktunya untuk ibu bersantai dan ijinkan saya membalas budi ibu," respon saya.

Sepanjang makan malam, kami bercengkrama dengan sangat menyenangkan - tidak ada sesuatu yang luar biasa, hanya sekedar mengetahui perkembangan dari kehidupan masing-masing. Kami terlarut dalam percakapan sedemikian asiknya sehingga kami lupa waktu dan terlambat untuk acara nonton di bioskop.

Saat tiba di rumahnya, dia berkata, "Aku akan pergi lagi denganmu, tapi jika kau ijinkan aku yang mengundangmu." Saya pun menyetujuinya.

"Bagaimana kencan makan malammu?" tanya istri saya ketika saya tiba di rumah.

"Sangat menyenangkan. Jauh diluar dugaan saya," jawab saya.

Beberapa hari kemudian ibu saya meninggal karena serangan jantung. Semuanya terjadi begitu cepat dan saya tidak sempat berbuat apa-apa. Beberapa waktu kemudian, saya menerima sebuah amplop berikut sebuah salinan kwitansi restoran dari tempat yang sama saat kami pergi makan malam. Sebuah catatan terlampir bertuliskan : "Aku telah membayar tagihan ini di muka. Aku tidak yakin kalau aku dapat hadir di sana, walaupun demikian, aku membayar untuk dua orang - satu untukmu dan yang lainnya untuk istrimu. Kau tidak tahu betapa berartinya makan malam kemarin untuk aku. Aku mencintaimu, anakku."

Seketika itu juga, saya mengerti betapa pentingnya untuk mengucapkan: "AKU MENCINTAIMU" dan untuk meluangkan waktu buat orang-orang yang kita kasihi. Tidak ada hal yang lebih penting daripada keluarga dalam kehidupan Anda. Berikan waktu yang mereka layak dapatkan, karena hal-hal seperti ini tidak dapat ditunda sampai "lain waktu."

BEBERAPA FAKTA MENGENAI HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN IBU

Sebagian orang berkata butuh waktu sekitar enam minggu untuk kembali normal setelah memiliki seorang bayi... berarti mereka tidak tahu ketika Anda menjadi seorang ibu, kata "normal" tinggal sejarah.

Sebagian orang berkata Anda akan belajar menjadi seorang ibu secara naluriah... berarti mereka tidak pernah mengajak seorang anak kecil berusia tiga tahun pergi berbelanja.

Sebagian orang berkata menjadi seorang ibu adalah membosankan... berarti mereka tidak pernah naik mobil yang dikendarai oleh anak remajanya yang baru saja memiliki ijin mengemudi.

Sebagian orang berkata jika Anda adalah seorang ibu yang "baik", anak Anda juga akan menjadi seorang anak yang "baik"... berarti mereka berpikir bahwa seorang anak lahir dilengkapi dengan buku petunjuk dan garansi.

Sebagian orang berkata ibu yang "baik" tidak pernah berteriak pada anaknya... berarti mereka tidak pernah melihat anaknya melempar sebuah bola golf ke arah jendela tetangganya.

Sebagian orang berkata Anda tidak perlu pendidikan untuk menjadi seorang ibu... berarti mereka tidak pernah membantu pelajaran matematika seorang anak kelas empat sekolah dasar.

Sebagian orang berkata Anda tidak dapat mencintai anak kelima sebesar cinta Anda terhadap anak pertama... berarti mereka tidak memiliki lima anak.

Sebagian orang berkata seorang ibu dapat menemukan semua jawaban dalam merawat anaknya... berarti mereka belum pernah merasakan memiliki seorang anak yang kuping atau hidungnya kemasukan kacang.

Sebagian orang berkata bagian terberat dalam menjadi seorang ibu adalah saat persalinan... berarti mereka tidak pernah melihat anak mereka naik bis jemputan pada hari pertama sekolah... ataukah jangan-jangan dia naik sebuah bis yang menuju pusat kota?

Sebagian orang berkata seorang ibu dapat melakukan pekerjaannya dengan mata tertutup dan satu tangan terikat di belakang... berarti mereka tidak pernah mengurus tujuh anak kecil berlarian kesana-kemari di dalam rumah.


Sebagian orang berkata seorang ibu dapat berhenti kuatir saat anaknya menikah... berarti mereka tidak tahu bahwa pernikahan berarti menambah seorang "anak" menantu pada seorang ibu.

Sebagian orang berkata bahwa pekerjaan seorang ibu selesai saat anak terakhirnya pergi meninggalkan rumah... berarti mereka tidak pernah memiliki cucu.

Sebagian orang berkata ibu Anda tahu bahwa Anda mencintainya, sehingga Anda tidak perlu mengatakan hal tersebut kepadanya... berarti mereka bukanlah seorang ibu.

SELAMAT HARI IBU... untuk semua Ibu, bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk setiap hari sepanjang tahun!

Kamis, 17 Desember 2009

Sibuk...

Pada suatu hari ada seorang penebang pohon yang sangat kuat meminta pekerjaan pada sebuah perkebunan, dan dia mendapatkannya. Bayaran yang diterimanya sangatlah bagus demikian pula dengan suasana kerjanya. Oleh karena itu, sang penebang pohon bertekad untuk melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya.

Majikannya memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area yang harus dikerjakannya.

Hari pertama, sang penebang pohon membawa 18 pohon.

"Selamat," kata majikannya. "Lanjutkan ke arah sana!"

Sangat termotivasi oleh ucapan majikannya, sang penebang pohon berusaha lebih keras lagi keesokan harinya, namun dia hanya sanggup membawa 15 pohon. Pada hari ketiga bahkan dia mencoba lebih keras lagi, tapi dia hanya mampu membawa 10 pohon. Hari demi hari pohon yang dia bawa terus berkurang.

"Saya pasti telah kehilangan kekuatan saya," pikir sang penebang pohon. Dia pergi menghadap majikannya dan meminta maaf, sambil berkata bahwa dia sungguh-sungguh tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Kapan terakhir kali kamu mengasah kapakmu?" tanya si majikan.

"Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak saya.
Saya telah terlalu sibuk berusaha untuk menebang pohon..."

Kamis, 10 Desember 2009

Terlalu Sibuk Untuk Seorang Teman...

Suatu hari seorang guru meminta murid-muridnya untuk membuat sebuah daftar yang berisi nama-nama murid lainnya yang ada di dalam kelas pada selembar kertas. Kemudian dia menyuruh mereka untuk memikirkan hal-hal baik yang mereka lihat mengenai teman-teman sekelas mereka tersebut dan kemudian menuliskannya di kertas tersebut.

Tugas ini menghabiskan waktu satu semester untuk dapat diselesaikan oleh mereka, dan ketika saatnya tiba, tiap murid menyerahkan kertas yang ditugaskan tersebut. Hari Sabtu itu, sang guru menuliskan nama tiap murid pada lembaran kertas yang berbeda, dan mencantumkan apa yang telah dituliskan oleh murid lain hal-hal baik mengenai orang tersebut.

Pada hari Senin dia memberikan tiap murid kertas yang bertuliskan namanya. Tak lama berselang, seluruh kelas tersenyum. "Sungguh?" dia mendengar bisikan. "Saya tidak pernah tahu bahwa saya berarti untuk seseorang!" dan "Saya tidak tahu bahwa orang lain begitu menyukai diri saya" adalah sebagian besar komentar-komentar yang terlontar. Tidak ada seorangpun yang pernah membahas lagi mengenai tugas tersebut di kelas. Sang guru juga tidak tahu apakah mereka mendiskusikannya di luar kelas atau dengan orang tua mereka, tetapi hal itu tidak lagi menjadi masalah. Tugas itu telah mengenai sasarannya. Para murid telah menghargai murid-murid lainnya dan juga diri mereka sendiri.

Dan hidup pun berlanjut. Beberapa tahun berselang, salah seorang murid tersebut terbunuh di Vietnam dan sang guru datang menghadiri pemakaman murid istimewa tersebut. Dia tidak pernah melihat pemakaman ala militer sebelumnya. Muridnya terlihat begitu tampan, begitu dewasa. Gereja tempat acara berlangsung penuh dengan teman-temannya. Satu persatu orang yang mengasihinya berjalan memberi penghormatan terakhir di sisi peti matinya. Sang guru adalah orang terakhir yang memberikan penghormatan kepada murid tersebut. Saat dia berdiri di sana, salah seorang perwira yang berperan sebagai pengusung jenazah menghampirinya. "Apakah Anda guru matematika Mark?" tanyanya. Sang guru menjawab : "Ya." Kemudian perwira tersebut berkata : "Mark banyak bercerita tentang Anda."

Setelah pemakaman, sebagian besar bekas teman-teman sekelas Mark berkumpul bersama untuk ikut dalam perjamuan. Ibu dan ayah Mark juga hadir di sana, terlihat jelas sedang menunggu kesempatan untuk berbicara dengan gurunya. "Kami ingin menunjukkan Anda sesuatu," kata ayahnya, sambil mengeluarkan sebuah dompet dari kantungnya. "Mereka menemukan ini pada saat Mark terbunuh. Kami pikir Anda mungkin mengenalinya."

Sambil membuka dompet tersebut, dia dengan hati-hati mengambil selembar kertas tua yang dengan jelas telah direkatkan dengan isolasi, terlipat dan berulang kali terlipat. Sang guru saat itu juga tahu tanpa harus membaca isinya bahwa itu adalah secarik kertas berisi hal-hal baik yang dituliskan oleh teman-teman sekelas Mark.

"Terima kasih banyak untuk melakukan hal ini," kata ibunda Mark. "Seperti yang Anda lihat, Mark menyimpan dan memeliharanya baik-baik." Semua bekas teman-teman sekelas Mark mulai ikut berkerumun dan berkumpul. Charlie tersenyum dengan malu-malu dan berkata, "Saya masih memiliki daftar itu. Kertas itu ada di laci atas meja saya di rumah."

Istri Chuck berkata, "Chuck meminta saya untuk meletakkan kertas yang serupa pada album pernikahan kami." "Saya juga masih memilikinya," kata Marilyn. "Daftar tersebut masih terselip dalam buku harian saya." Kemudian Vicki, teman sekelas lainnya, merogoh kantongnya, mengeluarkan dompetnya dan menunjukkan kertas dengan daftar tersebut yang sudah lapuk dan kusam. "Saya selalu membawa kertas ini setiap saat," kata Vicki dan tanpa berkedip, dia melanjutkan : "Saya rasa semua dari kita menyimpan daftar kita masing-masing."

Seketika itu juga sang guru terduduk dan menangis. Dia menangis untuk Mark dan semua teman-temannya yang telah meninggal dan tak akan pernah bisa ditemuinya lagi. Kericuhan manusia dalam masyarakat begitu menyita perhatian sampai-sampai kita lupa bahwa hidup suatu saat akan berakhir. Dan kita tidak tahu kapan hari tersebut tiba. Jadi marilah, katakan kepada orang-orang yang Anda cintai dan kasihi, bahwa mereka sangat istimewa dan penting. Katakan kepada mereka, sebelum hal itu terlambat.

Dan salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah : Bagikan kisah ini kepada orang lain. Jika Anda tidak melakukannya, Anda telah melewatkan sebuah kesempatan yang mengagumkan untuk melakukan sesuatu yang baik dan indah bagi orang-orang di sekeliling Anda. Jika Anda membaca kisah ini, itu karena seseorang peduli dengan Anda dan itu berarti setidaknya ada satu orang yang Anda kasihi yang patut mendengar hal ini. Jika Anda "terlalu sibuk" untuk menyempatkan beberapa menit itu sekarang untuk membagikan kisah ini kepada orang lain, bukan tidak mungkin ini bukanlah PERTAMA KALINYA Anda tidak melakukan hal kecil yang bisa membuat perbedaan besar dalam hubungan Anda dengan orang-orang yang Anda kasihi.

Semakin banyak Anda berbagi kisah ini kepada orang lain, semakin jelas kasih Anda meraih orang-orang yang Anda kasihi. Ingatlah, Anda menuai apa yang Anda tabur. Apa yang Anda lakukan terhadap orang lain akan berpulang kembali kepada diri Anda sendiri.

You cannot do a kindness too soon, for you never know how soon it will be too late.
- Ralph Waldo Emerson -

Kamis, 03 Desember 2009

Jonathan Brown

Di kota Vanastorbil, tinggallah seorang yang sangat kaya bernama Jonathan Brown. Ia mempunyai banyak uang, tanah, rumah dan pabrik. Suatu saat ia berkata: "Segala yang aku miliki, akan menjadi milik Tuhan saat aku meninggal dunia." Kemudian ia membuat surat wasiat yang terinci.

Untuk sebuah gereja kecil di dekat rumahnya, ia merencanakan untuk membangunkan sebuah bangunan besar lengkap dengan menara yang tinggi. Untuk gembalanya, sebuah rumah baru dengan kamar yang luas dan nyaman. Sebuah perpustakaan di desa akan mendapat bagian pula. Ia teringat untuk membantu sebuah sekolah di mana anak-anak muda belajar dan mendalami pengetahuannya. Anak sahabatnya dipersiapkan untuk dikirim ke sekolah misi. Semua biaya akan ditanggungnya.

Ketika pendetanya menyarankan agar tuan Brown memberikan sebagian hartanya lebih dahulu, ia menggumam: "Aku akan menjadi miskin bila aku berikan hartaku sebelum aku meninggal."

Sang setan yang mendengar gumaman tuan Brown, nyeletuk: "Ahem, saya tahu bahwa orang ini akan berumur panjang." Kemudian sang setan ini melalukan semua penyakit dari tuan Brown. Pada usia enampuluh tahun, ia masih sangat sehat dan kuat. Umur tujuhpuluh tahun, ia terlihat tidak pernah loyo. Ketika umur delapan puluh, ia masih berjalan tegap bagaikan anak muda. Ketika usianya menginjak sembilanpuluh, keponakannya sempat berujar: "Kapankah dia akan mati?"

Akhirnya, meninggalah tuan Jonathan Brown ini pada usia seratusdua tahun. Semua kenalannya berkumpul dan pengacaranya membacakan surat wasiat. Tetapi tidak ada penerima waris yang ditemukan. Gereja kecil dekat rumahnya sudah tutup dan tidak terdengar lagi kebenaran diberitakan. Gembalanya sudah meninggal dalam kemiskinannya. Perpustakaan di desa sudah tidak ada lagi. Sekolah yang ingin dibantunya, sudah ditutup dengan meninggalkan banyak hutang. Sementara itu, anak yang akan dibiayai sekolahnya, tetap dalam kebodohannya, mempunyai tujuh orang anak dan duabelas cucu. Semuanya tidak lebih baik dari dirinya.

Kemudian, setiap kenalannya, mengambil sebagian hartanya. Pengacaranya bahkan lupa bahwa ia mendapatkan bayaran dua kali. Tidak ada sahabat. Tidak ada ratap tangis. Bahkan tidak ada seorang anak pun yang menunggu di sudut ruangan itu. Sementara itu, sang setan tersenyum dan berbalik mencari mangsa baru.

Saudaraku, biarlah kisah ini menjadi pelajaran buat kita semua. Apa yang ada pada kita hari ini adalah milik Tuhan. Apa yang bisa dilakukanlah hari ini, lakukanlah, karena mungkin besok sudah terlambat.